Kedaton Kesultanan Ternate
BUKU BANDERA in the hill has stood the royal Sultan of Ternate.
Disini ada sedikit koleksi tentang adat-adat Ternate yang sempat angel back-up dari beberapa petuah Ternate. Dari sumber yang angel dapat ini ada Makna Filosofis Tradisi Saro-Saro, Joko Kaha & Makan Adat Masyarakat Ternate (North Moluccass).
(Kajian Deskriptif)
(Kajian Deskriptif)
Saro-saro adalah suatu bentuk doa atau permintaan yang sifatnya ritual dan mengandung makna filosofis dalam tradisi kehidupan masyarakat Ternate, saat ini sering digelar saat upacara perkawinan. Saro-saro adalah permintaan atau doa yang tertuang dalam bentuk pangan yang saat ini disuguhkan pada saat perkawinan. Prosesi Saro-saro dilakukan oleh kaum ibu dari pihak ibu dan ayah kedua mempelai. Dalam bahasa Ternate disebut : Yaya se Goa (adat seatorang). Yang berarti pihak ibu dan ayah dari kedua mempelai turut bertanggung jawab terhadap kedua pasangan, sebelum dan sesudah pelaksanaan perkawinan. Ini juga sebagai awal perkenalan dan pertalian kekeluargaan antara dua belah pihak.
Bentuk Pangan (Saro-Saro) dalam upacara perkawinan.
Bahan-bahan dalam bentuk pangan lengkap dalam suatu upacara Saro-Saro sebuah perkawinan terdiri dari :
1. Bubur Srikaya :
Terbuat dari telur ayam, gula, santan kelapa dan sari daun pandan. Filosofinya; Srikaya yang manis rasanya lembut dan enak, seperti manisnya budi pekerti yang diharapkan dari kedua mempelai.
2. Kobo (Ketupat Kerbau) : Berjumlah empat buah atau bias juga tiga buah. Filosofinya; Binatang kerbau yang kuat, rajin dan setia diharapkan menjadi sifat sang suami yang memikul tanggung jawab atas bahtera rumah tangganya.
3. Nanasi (Ketupat Nanas) : Berjumlah empat atau tiga buah. Buah nenas yang lekuknya tertata rapi dan memiliki karakteristik megah dilengkapi mahkota, serta memiliki kulit yang tebal, memiliki duri, dan isinya yang sangat enak ini diharapkan menjadi sifat sang isteri yan setia menjaga rumah tangga, tahan dari godaan dan setia kepada sang suami.
4. Nasi Jaha atau yang dikenal dengan Pali-Pali sepuluh potong tersusun rapi di atas sebuah piring yang melambangkan kekuatan armada laut Ternate pada masa lampau yang selalu siaga siap tempur untuk mempertahankan kedaulatan negerinya.
5. Bubur Kacang Hijau (Gule-gule Tamelo) yang disajikan melambangkan kekayaan hasil pertanian masyarakat Ternate yang melimpah.
6. Ikan dan Terong yang diletakkan dalam sebuah piring, dimana kepala ikan dan tangkai terong menghadap ke kepala meja (arah pengantin). Melambangkan kehidupan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat adat Ternate. Ikan dan Terong ini biasanya disajikan dalam 4 jenis bumbu yang biasanya disebut dengan Doda Bonci, Doda Rica, Doda Acar dan Doda Kecap.
7. Boboto (sering juga disebut Boto-boto) yakni daging ikan yang dihancurkan kemudian dicampur telur dan dingkus daun pisang berukuran kecil, sebanyak 4 buah mengandung makna bahwa pada awal mula masyarakat di pulau Ternate dibawah kuasa empat Momole, sehinga di dalam satu paket makanan adat tersebut disajikan untuk empat orang, tidak boleh lebih atau tida boleh kurang.
8. Agi, (Sop Gulai) yang melambangkan kekayaan laut yang melimpah.
Terbuat dari telur ayam, gula, santan kelapa dan sari daun pandan. Filosofinya; Srikaya yang manis rasanya lembut dan enak, seperti manisnya budi pekerti yang diharapkan dari kedua mempelai.
2. Kobo (Ketupat Kerbau) : Berjumlah empat buah atau bias juga tiga buah. Filosofinya; Binatang kerbau yang kuat, rajin dan setia diharapkan menjadi sifat sang suami yang memikul tanggung jawab atas bahtera rumah tangganya.
3. Nanasi (Ketupat Nanas) : Berjumlah empat atau tiga buah. Buah nenas yang lekuknya tertata rapi dan memiliki karakteristik megah dilengkapi mahkota, serta memiliki kulit yang tebal, memiliki duri, dan isinya yang sangat enak ini diharapkan menjadi sifat sang isteri yan setia menjaga rumah tangga, tahan dari godaan dan setia kepada sang suami.
4. Nasi Jaha atau yang dikenal dengan Pali-Pali sepuluh potong tersusun rapi di atas sebuah piring yang melambangkan kekuatan armada laut Ternate pada masa lampau yang selalu siaga siap tempur untuk mempertahankan kedaulatan negerinya.
5. Bubur Kacang Hijau (Gule-gule Tamelo) yang disajikan melambangkan kekayaan hasil pertanian masyarakat Ternate yang melimpah.
6. Ikan dan Terong yang diletakkan dalam sebuah piring, dimana kepala ikan dan tangkai terong menghadap ke kepala meja (arah pengantin). Melambangkan kehidupan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat adat Ternate. Ikan dan Terong ini biasanya disajikan dalam 4 jenis bumbu yang biasanya disebut dengan Doda Bonci, Doda Rica, Doda Acar dan Doda Kecap.
7. Boboto (sering juga disebut Boto-boto) yakni daging ikan yang dihancurkan kemudian dicampur telur dan dingkus daun pisang berukuran kecil, sebanyak 4 buah mengandung makna bahwa pada awal mula masyarakat di pulau Ternate dibawah kuasa empat Momole, sehinga di dalam satu paket makanan adat tersebut disajikan untuk empat orang, tidak boleh lebih atau tida boleh kurang.
8. Agi, (Sop Gulai) yang melambangkan kekayaan laut yang melimpah.
Setelah Saro-saro dilanjutkan dengan prosesi Joko Kaha atau Injak Tanah.
Biasanya rumput dicongkel beserta akarnya kemudian ditaruh diatas piring, dan diinjak menggunakan ujung jari kaki oleh kedua mempelai, saat diinjak ujung jari kedua mempelai disiram dengan airdari dalam wadah, yang mengandung filosofi, yakni :
1. Segenggam Rumput Fartago yang diletakan di atas sebuah piring yang melambangkan bumi dan tumbuh-tumbuhan di Moloku Kie Raha ini dijamah dan dijelajahi kedua mempelai.
2. Sebotol Air yang disiramkan pada kaki mempelai melambangkan air, sungai dan laut di Moloku Kie Raha pun dijelajahi oleh kedua mempelai.
3. Pupulak yaitu beras yang diberi warna : putih, kuning, merah dan hijau yang melambangkan bermacam suku bangsa yang ada di Moloku Kie Raha, semoga menjadi sahabat dan kenalan bagi kedua mempelai.
Bentuk dan Jenis bahan Saro-Saro untuk acara cukur rambut bayi, Sunatan dan Khatam Qur’an juga berbeda, antaranya :
1. Bubur Sirikaya.
2. Ketupat Kobo.
3. Ketupat Nanasi.
4. Dan disertai bahan-bahan untuk Joko Kaha, seperti :
a. Rumput Fartago.
b. Sebotol Air Murni.
c. Beras Pupulak.
5. Adapun peralatan untuk cukur rambut bayi :
1. Segenggam Rumput Fartago yang diletakan di atas sebuah piring yang melambangkan bumi dan tumbuh-tumbuhan di Moloku Kie Raha ini dijamah dan dijelajahi kedua mempelai.
2. Sebotol Air yang disiramkan pada kaki mempelai melambangkan air, sungai dan laut di Moloku Kie Raha pun dijelajahi oleh kedua mempelai.
3. Pupulak yaitu beras yang diberi warna : putih, kuning, merah dan hijau yang melambangkan bermacam suku bangsa yang ada di Moloku Kie Raha, semoga menjadi sahabat dan kenalan bagi kedua mempelai.
Bentuk dan Jenis bahan Saro-Saro untuk acara cukur rambut bayi, Sunatan dan Khatam Qur’an juga berbeda, antaranya :
1. Bubur Sirikaya.
2. Ketupat Kobo.
3. Ketupat Nanasi.
4. Dan disertai bahan-bahan untuk Joko Kaha, seperti :
a. Rumput Fartago.
b. Sebotol Air Murni.
c. Beras Pupulak.
5. Adapun peralatan untuk cukur rambut bayi :
a. Pisau cukur atau Gunting rambut.
b. Cermin dan Sisir.
c. Air kelapa muda yang masih berada dalam buah kelapa muda yang telah dihiasi warna-warni dan minyak wangi.
Sedangkan penganan untuk pelaksanaan cukuran rambut bayi atau sunatan anak, disuguhkan setelah para undangan yang terdiri dari keluarga, tetangga, imam-imam, dan pemuka adat tersebut selesai membacakan tahlil dan doa sukuran barulah disuguhkan makanan atatau kue-kue adat.
Tujuan diadakan Saro-saro pada si bayi dan si anak pada waktu cukuran rambut dan sunatan, sekiranya si bayi atau si anak itu setelah dewasa pada proses perkawinannya (oleh karena kawin lari atau lainnya) sehingga kondisinya tidak bisa dilakukan prosesi Saro-saro maka tidak menjadi masalah lagi (karena beban adat) karena mereka telah melalui proses Saro-saro sewaktu masih bayi atau anak.
Bahan pangan pada Saro-Saro untuk acara Khatam Qur’an, terdiri dari :
b. Cermin dan Sisir.
c. Air kelapa muda yang masih berada dalam buah kelapa muda yang telah dihiasi warna-warni dan minyak wangi.
Sedangkan penganan untuk pelaksanaan cukuran rambut bayi atau sunatan anak, disuguhkan setelah para undangan yang terdiri dari keluarga, tetangga, imam-imam, dan pemuka adat tersebut selesai membacakan tahlil dan doa sukuran barulah disuguhkan makanan atatau kue-kue adat.
Tujuan diadakan Saro-saro pada si bayi dan si anak pada waktu cukuran rambut dan sunatan, sekiranya si bayi atau si anak itu setelah dewasa pada proses perkawinannya (oleh karena kawin lari atau lainnya) sehingga kondisinya tidak bisa dilakukan prosesi Saro-saro maka tidak menjadi masalah lagi (karena beban adat) karena mereka telah melalui proses Saro-saro sewaktu masih bayi atau anak.
Bahan pangan pada Saro-Saro untuk acara Khatam Qur’an, terdiri dari :
1. Satu pohon Umbi Jahe (dari daun batang hingga akar) yang diletakan dalam sebuah cangkir berisi gula pasir.
2. Tebu yang diukir dan dihiasi bentuk burung, kapal terbang terakit rapi dalam beberapa bentuk rakitan.
3. Buah Jeruk yang disusun rapi dalam beberapa bentuk rakitan .
4. Buah Delima tersusun rapi dalam beberapa bentuk rakitan.
5. Pinang dan Sirih tercanang pada suatu rakitan dalam beberapa buah rakitan, dan
6. Batangan Rokok yang juga disusun dalam bentuk beberapa rakitan.
Setelah si anak baru Khatam Alquran dilaksanakan pembacaan ayat suci Al-Qur’an di depan para undangan yang hadir dan setelah selesai disertai dengan doa lalu si anak yang bersangkutan disaro dengan menyuguhkan jahe yang bergula pasir itu untuk dikunyah yang bersangkutan. Pengertiannya; rasa pedasnya jahe adalah rasa si anak sewaktu ditempa dalam mempelajari membaca Al-Qur’an, namun setelah khatam perasaan si anak tersebut seperti gula tebu. Buah jeruk dan buah delima adalah juga gambaran perasaan si anak tersebut. Sedangkan pinang, sirih dan rokok adalah kesukaan orang tua.
Setelah si anak tersebut disaro dengan jahe dan gula, maka dibacalah doa selamat. Kemudian tebu, jeruk, delima, pinang, sirih dan rokok dibagi-bagikan oleh para pelaksana khatam Quran itu kepada undangan yan hadir termasuk kepada penonton yang turut menyaksikan jalannya acara tersebut. Kemudian setelah itu barulah para pelaksana undangan dan tamu disuguhkan dengan makanan adat sesuai keadaan pelaksanaan khatam.
Demikianlah sekedar penjelasan pelaksanaan saro-saro di kalangan masyarakat adat Ternate, khususnya (pada klan Soa-Sio, Sangaji, Heku dan Cim)
2. Tebu yang diukir dan dihiasi bentuk burung, kapal terbang terakit rapi dalam beberapa bentuk rakitan.
3. Buah Jeruk yang disusun rapi dalam beberapa bentuk rakitan .
4. Buah Delima tersusun rapi dalam beberapa bentuk rakitan.
5. Pinang dan Sirih tercanang pada suatu rakitan dalam beberapa buah rakitan, dan
6. Batangan Rokok yang juga disusun dalam bentuk beberapa rakitan.
Setelah si anak baru Khatam Alquran dilaksanakan pembacaan ayat suci Al-Qur’an di depan para undangan yang hadir dan setelah selesai disertai dengan doa lalu si anak yang bersangkutan disaro dengan menyuguhkan jahe yang bergula pasir itu untuk dikunyah yang bersangkutan. Pengertiannya; rasa pedasnya jahe adalah rasa si anak sewaktu ditempa dalam mempelajari membaca Al-Qur’an, namun setelah khatam perasaan si anak tersebut seperti gula tebu. Buah jeruk dan buah delima adalah juga gambaran perasaan si anak tersebut. Sedangkan pinang, sirih dan rokok adalah kesukaan orang tua.
Setelah si anak tersebut disaro dengan jahe dan gula, maka dibacalah doa selamat. Kemudian tebu, jeruk, delima, pinang, sirih dan rokok dibagi-bagikan oleh para pelaksana khatam Quran itu kepada undangan yan hadir termasuk kepada penonton yang turut menyaksikan jalannya acara tersebut. Kemudian setelah itu barulah para pelaksana undangan dan tamu disuguhkan dengan makanan adat sesuai keadaan pelaksanaan khatam.
Demikianlah sekedar penjelasan pelaksanaan saro-saro di kalangan masyarakat adat Ternate, khususnya (pada klan Soa-Sio, Sangaji, Heku dan Cim)
Catatan : Empat buah Kobo dan empat buah Ketupat Nanas untuk Soa Sio dan Sangaji. serta tiga buah Kobo dan tiga buah Nanas untuk Heku dan Cim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
sukur dofu-dofu yang so sempat buka blog ini..